Jumat, 30 Januari 2009

Prof.DR.RAMLAN SURBAKTI

Prof.DR.RAMLAN SURBAKTI :KEPUTUSAN MK SUARA TERBANYAK TIDAK KONSTITUSIONAL


MEDAN,BERSAMA Putusan Mahkamah konstitusi tentang suara terbanyak tidak konstitusional, karena putusan tersebut ditinjau dari segi hukumnya masih tidak sesuai dengan UUD 1945. Untuk itu sebenarnya KPU tidak bisa menjalankan keputusan MK tersebut. Jika ini dipaksakan tanpa adanya revisi akan sangat rentan menimbulkan konflik. Baik antar partai politik maupun antar sesama calon legislatif dalam penentuan siapa yang berhak duduk di kursi anggota dewan.
Demikian disampaikan Prof Dr Ramlan Surbakti kepada Harian BERSAMA ketika ditemui di restourant Raibow Grand Angkasa Hotel jalan perintis kemerdekaan Minggu pagi (18/1).
Ramlan menjelaskan, sebenarnya KPU tidak mempunyai dasar yang kuat dalam menjalankan putusan MK tersebut, karena bentuk keputusan tersebut masih berupa Sumber Hukum. Sedangkan yang dipakai dalam menjalankan perundang-undangan itu harus dasar hukum. Oleh karena itu keputusan tersebut masih tidak tepat untuk dijalankan. Jadi dalam pemilu mendatang undang-undang nomor 14 tahun 2008 masih menjadi landasan hukum atau payung hukum dalam pelaksanaan
Ini artinya ada beberapa bagian yang menjadi sangat rancu, misalnya penetapan suara terbanyak apakah menurut mayoritas atau pluralitas.. Kemudian jika pemilih lebih banyak mencentang lambang partai daripada nama calon. Jadi saya sendiri secara pribadi telah melayangkan surat terbuka kepada KPU agar undang-undang ini secepatnya di revisi terutama pasal 214,176 dan 55 kata Guru Besar universitas Airlangga ini menambahkan.Jika tidak maka segala keputusan atau hasil dari pemilu dapat dijadikan untuk menggugat KPU ke Mahkamah Agung. Ya sudah tentu KPU akan kalah karena MA dalam mengambil keputusan berdasarkan UU yang dijadikan sebagai dasar hukum katanya lagi.Dia juga berpendapat keputusan MK ini tidak konstitusinal karena menurut UUD 1945 kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang. Nah ketika keputusan yang dikeluarkan tidak sesuai dengan undang-undang nomor 10 tahun 2008 tentang pemilu maka ini sudah tidak konstitusional lagi.“Bila memang keputusan MK tersebut ingin dilakukan. untuk itu KPU harus mendesak DPR untuk merevisi pasal 214 dalam menetapkan calon terpilih,” tegasnyaLebih lanjut ia mengatakan keputusan MK tersebut bisa menimbulkan konflik yang berkepanjangan, bila tidak ada dasar yang kuat dalam melakukan untuk menentukan calon terpilih. Dengan kata lain keputusan tersebut bisa menjadi boomerang tersendiri bagi KPU.Sementara itu Irham Buana Nasution Ketua KPUD Sumut ketika dihubungi melaui via telepon membantah pernyataan tersebut yang menyatakan putusan tersebut tidak konstitusional. Menurutnya keputusan MK tersebut sudah final dilaksanakan dan tidak dapat lagi dirubah. “Dengan adanya keputusan tersebut maka otomatis pasal 214 akan berupah sendirinya tanpa harus meminta kewenagan DPR untuk merubahnya,” sambungnya.Dilanjutkannya pasca penetapan calon terpilih nantinya sudah dirapatkan dan sudah mencapai final dan tidak ada permasalahan. Sayangnya ketika ditanya apa draf keputusan tersebut, ia menjawab nanti akan diumumkan.Hal senada juga diucapkan Drs Warjio MSi yang mengatakan keputusan MK tersebut saudah benar dan tidak ada yang salah, Landasan dikeluarkannya putusan MK tersebut melauui UUD 1945 yang menyatakan kedaulatan ditangan rakyat.Ketika ditanya setelah katakedaulatan ditangan rakyat kan masih ada sambungannya!. Warjio menjawab “memang diakui masih ada dasar tersebut untuk tetapa menjalankan pasal 214,” jawabnya.Untuk itu ia menambahkan keputusan tersebut pada dasarnya ingin memberikan pendewasaan politik, yang natinya dapat merubah sstem demokrasi Indonesia kedepannya. Dan untuk penetapan calon terpilih KPU sedang merapatkannya dan dari pantauannya sekarang ini tidak ada permasalahan.

Tidak ada komentar: